Tuesday 16 June 2015

Kategori: , , ,

Akhirnya Kutemukan Tuhan



Ioni Sullivan

Saya menikah dengan lelaki muslim dan kini telah dikaruniai dua anak. Kami tinggal di Lewes, yang mana mungkin saya satu-satunya wanita berhijab di daerah ini. 

Saya lahir dan tumbuh dalam keluarga kelas menengah yang menganut ateis. Ayah saya seorang profesor sementara ibu seorang guru. Setelah saya menyelesaikan gelar MPhil di Cambridge di tahun 2000, saya bekerja di beberapa negara: Mesir, Jordan, Palestina, dan Israel. Saat itu saya memiliki stereotip buruk tentang Islam, tapi berangsur-angsur terkesan dengan keteguhan para pemeluk Islam yang terpancar dari iman mereka. Kehidupan mereka tampak payah, namun setiap muslim yang saya jumpai terlihat aura dari dalam diri mereka ketenangan dan keteguhan, sangat kontras dengan gaya hidup yang dulu saya jalani. 

Di tahun 2000, saya jatuh hati dengan seorang pria muslim berkebangsaan Yordania dan akhirnya saya menikah dengannya. Ia bukan tipe muslim taat. Awalnya kami hidup dengan gaya hidup ala barat: pergi ke bar, klub malam dan semisalnya. Namun pada masa itu pula saya mulai kursus bahasa Arab dan mencoba membaca Al-Qur’an terjemahan Inggris. Setelah saya membaca Al-Qur’an saya menemukan bukti nyata bahwa Tuhan itu ada, yaitu adanya alam semesta ini dengan keindahan tanpa batas dan keteraturan alam semesta ini. Bukan dari seseorang yang meminta saya meyakini bahwa Tuhan itu berjalan di bumi dalam wujud manusia. Saya tak butuh pendeta yang akan memberkati saya atau tempat sakral untuk beribadah. 

Setelah itu saya mulai mencari ajaran-ajaran ibadah yang lain yang selama ini saya ingkari. Saya temukan puasa, zakat wajib, menjaga kesucian diri, dan sebagainya. Saya berhenti melihat semua ritual ibadah itu sebagai PENGEKANG KEBEBASAN PRIBADI, dan mulai menyadari bahwa ibadah-ibadah itu sebagai PENGONTROL DIRI.

Dalam hati, saya mulai menyatakan diri sebagai muslim. Namun saya merasa tak perlu mengatakannya kepada semua orang. Saya masih mencoba menghindari konflik dengan keluarga dan kawan-kawan. Pada akhirnya hijablah yang membuat saya terkesan “keluar” dari lingkungan sosial saya sendiri. Tapi saya merasa tak jujur pada diri sendiri bila tak mengenakan hijab. Karena saya mengenakan hijab ada beberapa gesekan hubungan antara saya dengan beberapa kenalan, bahkan ada hal-hal yang menurut saya seperti lelucon: orang-orang terus-menerus menanyai saya dengan nada memaksa apakah saya memiliki penyakit kangker.  

avatarRedaksi
Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda. Dipersilakan membagikan artikel-artikel yang ada di blog ini tanpa perlu meminta izin kepada tim redaksi kisah muslim dunia dengan tetap mencantumkan sumber.

← Bagikan


Share/Bookmark

0 comments:

Post a Comment