Friday 17 October 2014

Kategori: , , , , , , , , ,

Kisah Wanita Hindu yang Menemukan Kebenaran


Saya berasal dari keluarga hindu murni, di mana kami selalu diajari untuk memandang diri kami (yaitu perempuan) sebagai manusia yang kelak akan dinikahkan, melahirkan anak-anak, dan melayani suami -entah suami itu baik atau tidak.

Saya juga menemukan bahwa ada begitu banyak ajaran yang sangat nyata mengekang perempuan, seperti:

Jika seorang perempuan telah janda, ia diharuskan memakai pakaian putih, memakan makanan yang hanya berasal dari tumbuh-tumbuhan, memendekkan rambut, dan tidak diperbolehkan menikah lagi. Mempelai wanita harus menyiapkan mahar untuk menikah. Dan suami boleh meminta mahar apa pun tanpa penghargaan, meskipun hal itu akan menyulitkan mempelai wanita.

Tidak hanya itu, jika setelah menikah si wanita tidak mampu membayar penuh maharnya, ia akan disiksa perasaan dan fisiknya. Dan bahkan tidak bisa dikatakan sebagai sebuah korban penyiksaan meskipun ia meninggal, apabila suami atau ibu mertua dan suami bersekutu untuk membunuh istri dengan membuat jebakan api yakni ketika istri menyalakan kompor kemudian kompor tersebut meledak dan si istri meninggal, namun hal tersebut hanya dianggap sebagai kecelakaan yang tidak disengaja. Kejadian ini terjadi berulang kali, seperti yang dialami anak teman ayah saya tahun lalu.

Laki-laki dalam ajaran hindu diperlakukan sebagai bagian dari para dewa. Dalam salah satu perayaan hari raya hindu, perempuan yang belum menikah berdoa dan menyembah berhala yang berwujud dewa (Shira), supaya mereka mendapatkan suami seperti dia. Bahkan ibu saya sendiri menyuruh saya melakukan ini. Hal ini membuat saya sadar bahwa agama hindu, yang didasarkan pada tahayul dan hal-hal yang tak memiliki bukti nyata melainkan hanya tradisi-tradisi yang mengekang perempuan, bukanlah agama yang benar.

Kemudian, ketika saya pergi ke Inggris untuk melanjutkan studi, saya berpikir, setidaknya negara ini memberikan kesetaraan hak bagi laki-laki dan perempuan dan tidak mengekang mereka (perempuan). Saya kira, kita semua memiliki kebebasan untuk melakukan sesuatu seperti yang kita inginkan. Ketika saya mulai mengenal orang-orang di sini, berteman, mempelajari masyarakat baru, dan ikut pergi ke setiap tempat untuk bersosialisasi (bar, dugem, dll.), saya sadar bahwa kesetaraan ini tidak benar dalam praktiknya sebagaimana dalam teori.

Pada asalnya, perempuan terlihat diberikan kesetaraan hak dalam pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya, namun dalam kenyataannya, perempuan tetap dikekang dengan cara lain, yang lebih halus. Ketika saya pergi bersama teman saya ke tempat-tempat ia sering nongkrong, saya dapati semua orang tertarik ngobrol dengan saya dan waktu itu saya berpikir hal itu normal. Namun kemudian barulah saya sadar betapa naif diri saya ketika saya ketahui apa yang sebenaranya mereka cari. Sesegera saya mulai merasa tidak nyaman, seolah ini bukan diri saya. Saya harus berpakaian sedemikian rupa supaya orang lain menyukai saya dan berbicara dengan gaya tertentu untuk menyenangkan mereka. Hingga saya merasa semakin tak nyaman dan saya semakin merasa tidak menjadi diri saya, namun saya tidak bisa keluar dari dunia ini. Semua orang mengatakan mereka menikmati gaya hidup seperti itu, namun saya tidak menganggap ini sebagai kesenangan.

Saya pikir perempuan dalam cara hidup seperti ini tengah dikekang: mereka diharuskan berpakaian sedemikian rupa untuk menyenangkan orang lain dan berpakaian semenarik mungkin serta berbicara dengan gaya tertentu supaya orang-orang menyukainya. Selama saya menjalani kehidupan seperti ini, saya belum berpikir tentang Islam, mekipun saya memiliki beberapa kenalan muslim. Namun saat itu, saya merasa harus melakukan sesuatu untuk menemukan "sesuatu" agar mendapatkan kebahagiaan, rasa aman, dan perasaan dihargai. Sesuatu yang harus diyakini karena hal itu adalah keyakinan yang benar, karena semua orang memiliki keyakinan dan mereka hidup di atas keyakinan itu. Jika bersenang-senang dengan semua orang adalah sebuah keyakinan, mereka telah melakukan itu. Jika uang adalah keyakinan, mereka telah melakukan segala hal untuk mendapatkan uang. Jika mereka yakin dengan mabuk mereka menikmati hidup, mereka melakukan ini. Namun saya pikir semua ini akan sia-sia, tak seorang pun merasa benar-benar puas, dan penghormatan terhadap perempuan semakin berkurang dalam cara hidup yang demikian itu.

Di era yang begitu banyak ideologi kesetaraan hak bagi seluruh masyarakat disuarakan, anda diharap memiliki pacar atau anda akan dianggap aneh dan bahkan anda tidak diharuskan untuk tetap perawan. Hal ini merupakan bentuk-bentuk pengekangan meskipun banyak perempuan yang tidak menyadarinya. Ketika saya masuk Islam, rasa aman itu datang dengan begitu sempurna. Sebuah agama, sebuah keyakinan yang begitu lengkap dan jelas di setiap aspek kehidupan. Banyak orang beranggapan bahwa Islam adalah agama yang mengekang pemeluknya, di mana perempuan diharuskan menutup seluruh tubuhnya dan tidak membolehkan hak kebebasan. Namun sebenarnya, Islam memberikan lebih banyak kebebasan dan telah berlangsung selama lebih dari 1400 tahun. Dan tentu saja hal ini tidak bisa dibandingkan dengan kebebasan yang baru-baru ini disuarakan oleh para perempuan nonmuslim dari beberapa negara Barat dan masyarakat lain. Namun di zaman ini masih ada beberapa tatanan masyarakat yang mengekang perempuan, seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya, yang berkaitan dengan perempuan hindu.

Perempuan muslim memiliki hak untuk mendapatkan warisan. Mereka memiliki hak untuk menjalankan perdagangan atau bisnis. Mereka memiliki hak penuh atas kepemilikan barang dan pembagian/pemisahan harta yang mana suami tidak memiliki hak untuk mengambil sedikit pun atas harta istri kecuali istri mengijinkan. Mereka memiliki hak pendidikan, mereka berhak menolak perjodohan, selama penolakan tersebut didasarkan pada alasan yang bisa dipertimbangkan dan dapat dibenarkan. Al-qur’an, sebagai Kalam Allah, memuat begitu banyak ayat yang menyuruh laki-laki untuk berbuat baik kepada istri dan memberikan hak-hak istri. Islam memberikan hak peraturan, karena ini tidak dibuat oleh laki-laki, namun dibuat oleh Allah, karena itulah, inilah agama yang paling sempurna.

Begitu sering perempuan muslim ditanya mengapa mereka menutupi tubuh mereka dan dikatakan hal ini merupakan bentuk pengekangan. Tidak. Dalam Islam pernikahan merupakan bagian penting dalam hidup. Oleh karena itu, perempuan tidak diperbolehkan mempertontonkan tubuhnya ke semua orang, namun hanya untuk suaminya. Bahkan laki-laki tidak diperbolehkan memperlihatkan bagian tertentu dari tubuhnya kecuali kepada istri. Allah telah memerintahkan perempuan muslim untuk menutupi seluruh tubuhnya agar terjaga kesuciannya:

Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-Ahzab: 59).

Jika kita melihat ke masyarakat, sebagian besar persoalan penganiayaan atau pelecehan terhadap perempuan disebabkan oleh pakaian yang mereka kenakan. Hal lain yang ingin saya tekankan adalah bahwa dalam Islam peraturan atau hukum-hukum tidak hanya berlaku pada perempuan namun juga bagi laki-laki. Tak ada campur baur antara laki-laki dan perempuan. Apa pun yang telah digariskan oleh Allah adalah benar, berfaedah, bersih, bermanfaat bagi seluruh manusia, dan tak ada keraguan atasnya. Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an berikut:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (An-Nur: 31).

Ketika saya memakai hijab, saya sangat bahagia melakukannya dan saya benar-benar ingin melakukannya. Ketika saya memakai hijab, saya merasakan kepuaasan dan kebahagiaan: yakni kepuasan karena saya telah menaati perintah Allah dan bahagia atas kebaikan dan keberkahan yang datang bersamanya. Saya semakin merasa aman, karena kenyatannya, orang lain lebih menghargai saya. Saya benar-benar bisa melihat dan merasakan perbedaan sikap yang ditujukan kepada saya.

Terakhir, saya katakan bahwa saya masuk Islam bukan tanpa pertimbangan atau dengan paksaan. Dalam sebuah ayat Al-Qur’an telah menegaskan:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) (Al-Baqarah:256).

Saya masuk Islam dengan pendirian yang teguh. Saya telah melihat, merasakan, bahkan melakukan apa pun di luar Islam. Dan saya sadar saya telah melakukan hal terbaik. Islam tidak mengekang perempuan, namun sebaliknya Islam membebaskan mereka dan memberikan penghormatan yang pantas mereka terima. Islam adalah agama yang telah dipilihkan oleh Tuhan kepada seluruh manusia. Mereka yang menerimanya berarti telah benar-benar bebas dari segala belenggu manusia yang telah menguasai dan melegalkan hukum buatan manusia. Hal itu tidak lain hanyalah pengekangan satu kelompok terhadap kelompok lain dan eksploitasi dan pengekangan laki-laki terhadap perempuan. Hal itu tidak ada dalam Islam yang benar-benar membebaskan perempuan dan memberikan mereka kebebasan diri yang tidak diberikan dari otoritas lain.  

baca versi Inggrisnya di islamcan.com
 

avatarRedaksi
Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda. Dipersilakan membagikan artikel-artikel yang ada di blog ini tanpa perlu meminta izin kepada tim redaksi kisah muslim dunia dengan tetap mencantumkan sumber.

← Bagikan


Share/Bookmark

5 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Penjelasan diatas mengenai Hindu tidak tepat krn salah satu ajaran Hindu adalah ahimsa (tidak membunuh). Sebagai ex-Hindu hal basic seperti itu harusnya diketahui penulis diatas, bisa jadi didikan keluarganya yg salah bukan ajaran agamanya.

    Tolong ya sebelum menulis atau menerjemahkan dan menyebarluaskan tulisan mbok ya dicari tau dulu kebenarannya
    jgn gampang percaya dan asal comot,nanti jatuhnya fitnah. Bukankah agama anda mengajarkan agar jgn suka memfitnah? Atau jangan2 anda pun tidak memahami ajaran agama anda sendiri?? Sama dong seperti penulis tulisan diatas.


    ReplyDelete
  3. Penjelasan diatas mengenai Hindu tidak tepat krn salah satu ajaran Hindu adalah ahimsa (tidak membunuh). Sebagai ex-Hindu hal basic seperti itu harusnya diketahui penulis diatas, bisa jadi didikan keluarganya yg salah bukan ajaran agamanya.

    Tolong ya sebelum menulis atau menerjemahkan dan menyebarluaskan tulisan mbok ya dicari tau dulu kebenarannya
    jgn gampang percaya dan asal comot,nanti jatuhnya fitnah. Bukankah agama anda mengajarkan agar jgn suka memfitnah? Atau jangan2 anda pun tidak memahami ajaran agama anda sendiri?? Sama dong seperti penulis tulisan diatas.


    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Terima kasih atas komentarnya yang sangat bagus. Apakah saudara/saudari Tae Yeon seorang Hindu? Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika tulisan ini telah menyakiti hati saudara/saudari. Saya hanya ingin objektif dalam menerjemahkan. Terkadang teori dan praktek di lapangan memang tidak sejalan. Jika saudara/saudari memiliki pengetahuan mengenai Ajaran Hindu yang sesungguhnya, bisa di tulis di sini. Supaya kita lebih mampu memahami satu sama lain. Monggo silahkan.....

    ReplyDelete