Thursday 14 May 2015

Kategori: , , , , , ,

Demi Allah, Saya Masuk Islam


Assalamualaikum. Nama saya Anne, umur 24 tahun. Saya masuk Islam di akhir bulan Maret 2015 lalu.

Saya tumbuh besar dalam pengasuhan keluarga Kristen Katolik di Inggris. Saya dan saudara laki-laki saya tumbuh dalam pengasuhan ibu yang berasal dari keluarga Katolik dan bahkan kakek saya seorang Katolik taat.

Saya sekolah di sekolah Katolik. Pendidikan dan keyakinan agama banyak saya dapat dari sana. Namun sejak kecil, saya sudah mulai mempertanyakan ajaran-ajaran yang saya dapatkan dari sana yang membuat saya mengingkari namun di saat yang bersamaan saya juga merasa bersalah. Hingga di tahun kedua, (usia saya baru 6 tahun) kami, murid-murid di sana, melakukan persiapan untuk Ritual Komuni Suci -skramen kedua dari tiga sakramen untuk pengukuhan diri sebagai Katolik (Babtis, Komuni, dan Konfirmasi). Setelah menjalani Ritual Komuni pertama, seorang Katolik boleh mengikuti kegiatan semacam pesta di Gereja: makan roti dan minum anggur yang oleh pedeta Katolik dikatakan sebagai jelmaan tubuh dan darah Yesus Kristus. Untuk persiapan menghadapi Ritual Komuni, saya diharuskan mengkuti ceramah-ceramah di kelas tentang Yesus, Injil, Gereja, dan jalan hidup umat Katolik. Selain itu juga, untuk pertama kalinya saya harus mengikuti Ritual Konfesi. 

Kami semua mengantri di luar Gereja saat itu, satu per satu dipanggil untuk berbicara empat mata dengan pendeta mengenai dosa yang telah kami perbuat. Hingga giliran saya tiba. Saat itu, saya berjalan menuju Altar, lalu duduk di hadapan pendeta. Saya merasa tak yakin dengan apa yang akan saya katakan. Beberapa saat saya mendengar ia berbicara tentang pengampunan. Kemudian menanyai saya tentang dosa-dosa yang telah saya perbuat. Saat itu saya sangat malu dan bingung. Saya katakan padanya bahwa saya telah berkelahi dengan saudara laki-laki saya, namun sudah baikan lagi. Apakah saya orang jahat? Apakah saya telah berbuat dosa? Bahkan saya tak tahu dosa itu apa. Apakah saya berbohong kepada pendeta jika saya katakan bahwa saya belum pernah melakukan dosa? Si pendeta terus menanyai saya, berusaha menggali lebih banyak tentang dosa-dosa yang telah saya lakukan. Ia berusaha membuktikan bahwa saya adalah pedosa. Hingga saya keluar dengan perasaan tak terima atas kejadian itu.

Masa kanak-kanak saya dipenuhi pertanyaan demi pertanyaan. Mengapa harus ada pajangan gambar orang-orang alim? Mengapa harus ada patung Maryam? Bagaimana bisa kita tahu wajah Yesus? Apakah roti itu benar-benar jelmaan tubuh Yesus? Apa saya benar-benar terlahir dengan dosa? Apa itu Roh Suci? Dan apa itu Trinitas? Apakah itu semacam zat gas? Mengapa semuanya harus emas? Mengapa pemeluk Katolik tidak boleh bercerai? Saya merasa sangat bingung dengan pertanyaan-pertanyaan itu hingga mencapai remaja. Setelah itu saya memutuskan untuk meninggalkan agama. Sementara teman-teman saya di sekolah telah mendapatkan Pengukuhan sebagai Katolik di Gereja, saya menolak. Saya tak bisa berbohong kepada Tuhan dengan apa yang sebenarnya saya yakini.

Karena itu, saya tinggalkan agama secara total. Saya berpikir, jika agama begitu membingungkan seperti ini, saya tak mau memiliki agama. Namun hati kecil saya tak pernah mengatakan kalau Tuhan tidak ada, sehingga saya menjadi agnostik.

Saat remaja, orang tua saya bercerai setelah bertahun-tahun ibu mendapat perlakuan kasar dari ayah. Saya juga memiliki masalah dengan cara beradaptasi di sekolah karena ayah juga mengajar di sana. Saya sangat berbeda dari anak-anak lain dan terlihat sangat tak bahagia, karena itu saya jadi bahan olok-olok di sekolah. Ibu juga mengalami masa-masa sulit saat itu, sehingga tak bisa secara maksimal mencurahkan rasa kasih sayangnya kepada kami sebagaimana ketika kami masih kecil. Makan malam bersama hanya menjadi khayalan belaka. Beberapa hari hanya makan roti bakar dan sereal adalah hal biasa. Keluarga saya hancur berantakan, ayah tak mau lagi mengenal saya. Karena malu, saya tak pernah bercerita kepada teman-teman di sekolah tentang masalah itu. Saya berlari ke internet untuk mengungkapkan rasa sakit yang saya alami dan untuk menciptakan sosok Anne yang sama sekali berbeda dari yang dikenal di sekolah.

Kala itu akhirnya saya menemukan Islam dari seorang kawan yang saya kenal di internet. Sebut saja namanya Y. Kami sering berbincang soal agama, namun karena privasinya yang tinggi, kami tak banyak berbicara tentang Islam. Hingga waktu berlalu, akhirnya saya memiliki hubungan asmara dengan Y di usia 23 tahun. Terkadang kami berbincang soal Islam, hingga saya merasa ingin beriman lagi. Tak ada Trinitas, tak ada Pendeta, tak ada Konfesi, dan kisah Yesus yang lebih dapat diterima hati dan akal pikiran. Saya merasa seseorang telah menghidupkan lagi cahaya setelah bertahun-tahun redup. Seolah saya merasa, akhirnya ada begitu banyak orang di dunia ini yang setuju dengan pemikiran saya selama ini yang sebelumnya tak saya ketahui apakah orang-orang itu benar-benar ada. Karena bertahun-tahun saya merasa jadi orang yang paling mengerikan di dunia karena memiliki pertanyaan-pertanyaan semacam itu.

Namun saat itu saya tak lekas masuk Islam. Hubungan saya dengan Y diwarnai ketegangan. Kadang-kadang ketika ia berbicara tentang Islam, ia seperti menutup-nutupi atau terkesan rendah diri. Sikapnya keterlaluan pada saya. Ia sering menghina dan begitu mudah menghakimi. Karena itu saya tak masuk Islam hingga ia meninggalkan saya.

Malam itu saya bermimpi. Saya berada di sebuah jembatan di atas kali. Saya ingin menyebrangi jembatan itu, karena saya merasa ada bahaya di belakang. Seorang wanita berawajah bengis, yang terlihat seperti ibu saya, ingin menangkap saya. Di samping saya ada perempuan kecil berambut pirang, yang terlihat seperti wajah saya ketika kecil, ia meminta bareng menyebrang dengan saya. Saya katakan padanya bahwa lebih aman ia tetap di situ. Kemudian saya menuju ke tepian sungai. Setelah itu saya mulai menenggelamkan diri. Air kali itu berwarna hitam pekat dengan digenangi banyak potongan tubuh manusia, kuku jari, dan rambut. “Saya tenggelam!” Hingga terus tenggelam. Sekejap kemudian saya sudah berada di tepian sungai lagi. Saya mencoba naik dan ketika akan melompat melalui pagar pembatas sungai, sebuah wajah tiba-tiba muncul di hadapan saya. Wajah itu milik lelaki yang sangat tampan hingga membuat saya bertanya apakah ia suami saya. Pipinya terlihat sangat jelas. Warna kulitnya coklat pirang keemasan. Matanya berkilauan. Ada cahaya berkilauan di sekitar wajahnya. Rambutnya seolah tertaik ke atas. Dan ia memiliki jenggot.

Ketika saya menanyainya ia hanya menunduk dan mengacuhkan saya. Ia berbicara terus-menerus dengan bahasa yang saya tak mengerti. Saya terus menanyai hingga ia menunjukkan sesuatu. Sebuah mutiara dengan lima garis horisontal dan lima ukiran tangan mungil di setiap akhir garis. Tentu saja saya tak paham sama sekali sehingga saya mengatakan padanya bahwa saya tak paham apa maksudnya. Setelah berulang kali menanya, ia akhirnya jadi tak sabar. Suaranya meninggi dan ia menatap mata saya kemudian mengatakan, ‘Waktu!’ Sontak saya kaget dan bangun. 

Saat itu kira-kira pukul 4.30 malam. Saya tahu mimpi ini penting dan sepertinya ada hubungannya dengan Tuhan atau Islam. Saya mencari kata kunci itu di internet dengan Smartphone saya: Islam, tangan, lima, mutiara. Dan saya temukan beberapa jawaban. Saya duduk terpekur di kegelapan, merenungi lima rukun Islam, tangan Fatimah dan merasa hening. Lampu Smartphone mati. Saya masih duduk dan berpikir ketika tiba-tiba ada secercah cahaya yang berkedap-kedip di sudut kamar saya. Kemudian saya hidupkan kembali Smartphone dan menyorotkan cahaya Smartphone ke sudut cahaya itu berada. Tak ada apa-apa. Belum ada orang bangun saat itu. Cahaya Smartphone saya mati lagi. Kemudian cahaya aneh itu kembali muncul.  

Keesokannya setelah saya bangun, saya ceritakan mimpi itu kepada ibu dan juga saya katakan padanya saya akan membaca Al-Qur’an. Saya coba menghubungi Y lagi untuk menanyakan takwil mimpi saya. Karena ia satu-satunya muslim yang saya kenal. Ia tak bisa menakwilkan mimpi itu dan mengatakan pada saya untuk menyembunyikan mimpi itu. Kami berhenti bicara setelah itu dan saya mulai membaca.

Saya pindah ke lain kota di mana di sana banyak muslimah yang membantu saya menemukan Islam. Mereka juga membantu saya menakwil mimpi. Meski takwil mereka belum membuat saya puas. Seorang muslimah mengatakan pada saya bahwa Nabi Muhammad salallahu alaihi wa sallam memberikan mutiara hikmah kepada saya berupa: perhatikan lima hal sebelum lima hal terjadi; masa mudamu sebelum masa tua, masa sehatmu sebelum masa sakit, masa kayamu sebelum masa miskin, masa luangmu sebelum masa sibuk, dan hidupmu sebelum matimu. Dan saat itu saya berpikir selama ini saya memang yang terus menerus menyia-nyiakan waktu dengan meratapi hancurnya hubungan saya dengan Y dan terus-menerus angkuh untuk mengakui kebenaran Islam. 

Muslimah yang lain mengatakan kepada saya tentang Surah Al-Asr yang mana salah seorang member Hadith Of The Day memberi rekomendasi kepada saya untuk melihat video kajian tafsir Surah Al-Asr yang disampaikan oleh Ustad Nouman Ali Khan. Dari video itu saya menangkap pernyataan bahwa manusia benar-benar tenggelam dalam kesesatan dan tentunya tak memiliki cukup waktu ketika tenggelam. Kita semua tengelam dalam kesesatan lantaran kita menyia-nyiakan waktu yang diberikan Allah. Salah satu hal yang mengagumkan dari surat ini adalah karena ia berhubungan dengam mimpi saya.

Karena itu, hanya masalah waktu hingga akhirnya saya mengikrarkan syahadatain, melalui bantuan teman-teman muslimah.

Terima kasih karena telah membaca kisah saya. Saya berharap kisah ini akan menjadi inspirasi buat semua orang yang tengah merasakan momen-momen pahit agar jangan sampai kehilangan keimanan kepada Allah. Hidup adalah perjalanan yang berliku, kita tak pernah tahu pasti jalan mana yang akan kita tempuh selanjutnya.

Anne

  

avatarRedaksi
Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda. Dipersilakan membagikan artikel-artikel yang ada di blog ini tanpa perlu meminta izin kepada tim redaksi kisah muslim dunia dengan tetap mencantumkan sumber.

← Bagikan


Share/Bookmark

0 comments:

Post a Comment