Sunday 31 May 2015

Kategori: ,

Rohingya


Bintang-bintang bisa bertebaran, tapi begitu jauh dan tak mungkin mengerti kesengsaraan manusia. Rohingya, peristiwa yang merenggutkan ratusan nyawa, ingin lebih dekat ke depan mata kita agar kita lebih mudah menyadari, bahwa mereka ingin pengakuan sebagai manusia yang tinggal di bumi di bawah langit. Mereka ingin kita lebih peka terhadap kekejaman dan arti sebuah persaudaraan. 

Rohingya ingin mata kita tak perlu memandang terlalu jauh, agar kita bisa melihat dengan jelas apa yang tengah terjadi sebanarnya. Mereka tak ingin kita hanya sekadar menonton tayangan di media. Mereka ingin kita melihat dengan mata telanjang sejumlah kepala yang tergores tak ringan, sejumlah anak-anak yang menangis kelaparan, dan perempuan-perempuan yang trauma. 

Mereka telah mendekat. Di ujung Indonesia. Dengan perahu sekadarnya. Mereka berlabuh. 

Pada mulanya adalah kebencian yang tak tertahan dari pemerintah Myanmar. Ketika majelis PBB digelar, pemerintah Myanmar tak pernah mengakui Rohingya sebagai anak kadungnya. Rohingya adalah anak haram karena mereka berbeda. Mereka bukan bagian dari Burma. Karena itu serdadu militer pun dikerahkan. Para tokoh dan petinggi Agama Budha dijadikan alat untuk memusuhi Rohingya. Rohingya ditekan, dibentak, dan dilumpukan. Kewarganegaraan ditiadakan. Hak asasi diinjak-injak. Mereka ditolak untuk hidup. Pendidikan tak didapat. Pernikahan tak diakui negara. 

Kekejaman pun berlanjut. Rumah-rumah dibakar. Tempat-tempat ibadah dihancurkan. Para wanita diperkosa. Anak-anak dibunuh. Dan masih banyak lagi kekejian yang terjadi. 

Rohingya akhirnya terasingkan. Jadi anak buangan. Ditekan terus hingga akhirnya mereka memutuskan untuk keluar. Mereka sudah terusir. Terakhir kali mereka hanya bisa mengucapkan selamat tinggal kepada tempat kelahirannya yang sudah tak menawarkan kedamaian. Rohingya, yang kini konon dikenal sebagai Bengali. Laut jadi jalan mereka menuju bumi yang lain. Bumi yang mungkin masih menawarkan belas kasihan. Entah di mana. Dengan sebuah perahu seadanya, yang hanya berpenumpang 50 kepala, dipaksa mengangkut ratusan manusia. Mengapung puluhan hari di perairan lepas. Perbekalan yang tak mungkin cukup. Akhirnya beratus tumbang di tengah segara. Hingga akhirnya nelayan kita temukan mereka. Kemudian mereka berlabuh di Kota Kuala Langsa, Aceh Timur, Indonesia. 

Dan kita semakin sering membaca ini: Rohingya Myanmar yang terdampar.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Jawabannya di sini: Bikshu Ekstremis berkata,”Kami terus membiarkan mereka (Muslim Myanmar) menjalankan perintah agamanya. Tetapi ketika iblis muslim ini memegang kendali atas kami, mereka tidak akan membiarkan kami menjalankan agama yang kami anut.” (dikutip dari the national)

Dengan kata lain, ini soal keyakinan. Dasar perbedaan itu berasal dari agama. Mereka tak mau menerima perbedaan agama. Dan agaknya mereka berpikir, seakan berhak menentukan nasib orang-orang muslim Rohingya dengan membuangnya. Mereka ingin berpikir secara lebih runcing bahwa kebenaran mutlak milik mereka. Mereka telah kepayang dan mungkin mabuk oleh kesesatan. Hingga tanpa perlu menengok lagi nurani, menindas masyarakat muslim Rohingya dengan keji. 

Tapi kita sadar, Allah berfirman:  

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (Al-Maidah: 82)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali Imran: 118) 

Semua telah dijelaskan. Dalam Al-Qur’an Allah mengabarkan orang-orang musrik akan lebih hebat memusuhi Islam. Kita seharusnya tak heran. Mereka memang demikian. 

Apa yang harus kita lakukan?

Kita sebagai sesama muslim. Mari bersatu menjadi umat yang utuh. Saling membantu. Saling merasakan kesedihan. Saling merasakan kesakitan. Sebagaimana nabi kita mengajarkan.

“Kasih sayang dan rasa cinta sesama muslim ibarat satu jasad. Jika ada salah satu anggota badan sakit, maka anggota tubuh yang lain tidak bisa tidur dan ikut demam.” (HR. Ahmad dan Muslim)

“Siapa saja yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya di Hari Kiamat kelak.” (HR. Muslim) 

Apapun bentuk bantuan yang kita berikan, sangat berarti buat mereka.

Salam ukhwah

avatarRedaksi
Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda. Dipersilakan membagikan artikel-artikel yang ada di blog ini tanpa perlu meminta izin kepada tim redaksi kisah muslim dunia dengan tetap mencantumkan sumber.

← Bagikan


Share/Bookmark

0 comments:

Post a Comment