Friday, 5 September 2014

Kategori: , , , , , ,

Nama saya Jacop dan beginilah kisah saya masuk Islam

Assalamualaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Nama saya Jacop dan saya berasal dari Amerika, tumbuh besar di pemukiman biasa Oklahoma selatan. Saya punya cerita panjang sebelum akhirnya masuk Islam.

Sejak kecil saya selalu percaya tentang adanya tuhan. Ayah saya meninggal ketika saya baru mulai bisa berjalan dan ibu saya tak punya nilai-nilai agama sama sekali yang bisa diajarkan kepada saudara-saudara saya yang lebih tua begitu pun kepada saya. Kakak perempuan saya telah pindah sejak lama, karena itu hanya ada kakak laki-laki saya dan saya sendiri. Waktu itu, kami mencoba ke gereja sesering mungkin dengan siapa pun, tapi saya tumbuh bersama kekecewaan terhadap ajaran protestan dalam beribadah yang termuat di “Bible Belt”.

Pertama kali saya mengetahui bahwa ada orang yang percaya kepada Tuhan namun bukan dari kalangan kristen adalah ketika saya SMA. Perempuan muda yang sangat menyenangkan yang menginspirasi diri saya untuk tidak berpikir picik dalam menyikapi setiap hal, ketika suatu hari saya berbincang dengannya dan dia mengungkapkan perkataan “segala puji bagi tuhan”.

Saya sangat terkejut saat itu. Dia sangat mengagumkan bagi saya dan bagi teman-teman lain (dia punya sekelompok teman) dan dia mengatakan itu? (segala puji bagi tuhan). Saat itu saya seorang agnostis. Saya percaya kepada tuhan, namun saya tak yakin dengan segala bentuk agama. Bahkan, saat itu saya tidak bisa memahami konsep tuhan menurut pemahaman nonkristen. Saya selalu diajari bahwa pemahaman lain hanya akan memberikanmu satu tiket ke neraka.

Singkat cerita, setelah tamat SMA, saya gagal masuk tentara di tahap awal latihan. Rasanya saat itu saya menggelandang ketika saya kembali pulang. Saya marah kepada Tuhan, menyalahkan-Nya karena membuat saya menderita dan tak berguna. Itu terjadi setelah beberapa tahun saya berdikari dan sebelum saya melakukan penyelidikan tentang agama.

Saya telah bertemu dengan beberapa orang Yahudi, Jehovah’s Witnesses, Roman Catholics, Mormons, dan Charismatic Protestants, dan sangat kagum dengan apa yang mereka katakan. Masing-masing memiliki keimanan murni. Masing-masing memberikan jawaban cerdas kepada saya.

Saya berteman dengan beberapa orang seumuran yang juga selalu hadir di Gereja Charismatic Protestant. Setelah setahun, saya hadir di gereja itu, saya memutuskan ikut paduan suara untuk ritual ibadah dan saya mencoba melebur lebih dalam. Satu setengah tahun kemudian, saya mendaftar di Kampus Bible di kota lain. Saat itu, saya tetap mencari, karena tidak yakin secara pasti bahwa ajaran protestan adalah jalan menuju tuhan.

Saya tak lama di kampus itu. Setelah empat bulan, saya memutuskan untuk keluar dan kembali bekerja serta tetap penasaran terhadap tuhan. Saya menghabiskan banyak waktu luang saya di perpustakaan umum, dan di sanalah saat itu saya menemukan Al-Qur’an terjemahan Inggris. Di saat bersamaan, saya juga sedang mendalami katekismus terbaru gereja katolik, dan saya mendapatkan beberapa catatan batin.

Karena saya mahir tentang ajaran katolik, keuskupan lokan mengizinkan saya melewati RCIA (Rite of Christian Initiation for Adults) resmi dan dibabtis kemudian ditetapkan di gereja. Saya mulai mengajukan pertanyaan, mencoba memahami konsep trinitas, dan bagaimana tuhan bisa mati dalam tiga hari. Tak satu pun jawaban masuk akal saya terima. Saya masih tidak mendapat jawaban pasti, tapi saya terpikat dengan peribadatan katolik. Itu sangat menarik. Saya ikut paduan suara, sebagaimana telah saya lakukan sebelumnya, saya mencoba untuk damai dan terus bergembira, tapi setelah beberapa waktu, saya sadar saya tak akan tenang jika seluruh pertanyaan saya belum terjawab.

Karena itu, saya meninggalkan gereja katolik, dan ajaran kristen secara umum. Saat itu, saya tak berada dalam kondisi spiritual yang bagus, dan hal itu berdampak pada batin saya. Saya mulai menerka-nerka barang kali agama lain menyimpan kebenaran sejati di dalam ajarannya. Saya mulai mendalami ajaran Yahudi, juga Budha dan Hindu. Saat itu, saya masih berpikir tentang apa yang telah saya baca dari Al-Qur’an, namun dalam sanubari tetap terlintas ketakutan untuk mempelajari Islam secara mendalam karena adanya stereotip American Islamophobia. saya menyaksikan perlakuan kepada orang-orang nonkristen di Amerika Selatan setelah kejadian September 11, 2011.

Saya pindah ke luar negara di tahun 2005 ke Pantai Barat. Jauh dari rumah dan keluarga untuk pertama kali, saya mempelajari ajaran Yahudi secara kusus selama kurang lebih tujuh tahun. Hingga suatu hari, saya heran pada diri saya sendiri, apa yang sebenarnya saya takutkan? Saya mulai menjelajahi laman-laman situs di internet, mencari segala hal tentang Islam, keyakinan, atau apa pun juga. Saya membeli Al-Qur’an terjemahan Inggris di toko buku. Hingga akhirnya, saya merasa pertanyaan saya selama ini telah terjawab.

Hanya ada satu Tuhan. Kita diciptakan untuk menyembah-Nya semata. Isa, Ibrahim, Musa, Nuh, Daud, dan Muhammad (alaihiwasallam jamian) semuanya mengajarkan risalah yang sama tentang Tuhan yang sama.

Hal itu membutuhkan waktu sekitar empat tahun, hingga akhirnya saya mengucapkan syahadatain pada tangga 14 April 2013. Saya menjadi lebih bahagia daripada sebelumnya. Saya suka mengatakan pada orang lain bahwa saya Muslim. Nenek saya dan saya memiliki ketertarikan khusus untuk berdiskusi tentang surga dan neraka. Beberapa orang menerima, dan beberapa yang lain masih tak mau menerima. Malangnya itu karena persoalan kemanusiaan. Tapi saya berdoa semoga Allah membuka mata dan hati mereka.  

SubhanAllah! Alhamdulillah!


avatarRedaksi
Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda. Dipersilakan membagikan artikel-artikel yang ada di blog ini tanpa perlu meminta izin kepada tim redaksi kisah muslim dunia dengan tetap mencantumkan sumber.

← Bagikan


Share/Bookmark

0 comments:

Post a Comment