Nama saya Aisha, lahir di Sanford, Florida di tahun 1990, dalam keadaan tunanetra. Saat berumur sekitar 2 tahun, saya mulai tinggal bersama nenek di Las Vegas. Saya tumbuh dalam keluarga yang tak agamis. Saya tinggal bersamanya hingga ia meninggal dunia ketika usia saya menginjak 20 tahun.
Saya tak memiliki saudara. Saya tak bisa tinggal bersama ibu karena beliau seorang bramacorah dalam kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Tumbuh sebagai tunanetra membuat nenek saya selalu mengajari saya untuk menjadi pribadi yang kuat, lakukan apa yang ingin dilakukan, gapailah cita-cita, dan jangan biarkan apa pun masuk dalam hidupmu. Dulu saya bersekolah di Kompleks Gereja Unitari, di mana saya akan bertemu banyak teman dan bersuka ria. Hari libur, seperti hari Paskah dan Natal adalah hari-hari di mana saya dulu bersuka ria, mendapatkan banyak hadiah, dan makan banyak permen.
Ketika kira-kira umur saya menginjak 10 tahun, nenek saya menyekolahkan saya di sekolah terbaik bagi penyandang tunanetra di daerah itu, sehingga kami harus pindah ke Jalan Augustine, FL di mana Florida School (sekolah bagi penyandang tunarungu dan netra) berada.
Setelah lama bersekolah di sana, saya menjadi bintang lapangan dalam olah raga Goal Ball. Goal Ball adalah olah raga bagi penyandang tunanetra, setiap tim terdiri atas tiga pemain dan dimainkan di dalam sebuah lapangan basket. Dipermukaan lapangan dipasangi pita dengan benang yang membentang, sehingga setiap pemain dapat merasakan satu sama lain, dan di dalam bola terdapat lonceng. Tujuan permainan itu adalah memasukkan bola ke gawang dan menjaga gawang bagi tim lain.
Suatu hari, seorang gadis muslim datang ke sekolah kami selama beberapa waktu, tapi hal itu tak pernah membuat saya lantas menerimanya. Kami selalu mengejek suara dan cara dia berbicara. Ada juga seorang anak laki-laki muslim yang bersekolah di sana yang kemudian pindah ke Mesir.
Desember 2007, nenek saya mengajak saya dan teman saya berwisata ke Eropa. Perjalanan wisata tersebut juga memuat paket perjalanan ke Maroko. Saya rasa Maroko sangat mengagumkan. Bahasa Arabnya membangkitkan minat saya, masyarakatnya begitu santun, dan makanannya sangat enak.
Pemandu perjalanan memperkenalkan dirinya bernama Ali. Saya sangat tertarik ketika ia mengatakan Allah dan apa artinya? Saya bertanya-tanya. Ia menerangkan kepada saya bahwa ia seorang muslim dan Allah adalah Tuhan dan ia menyembah-Nya. Tak ada Tuhan selain-Nya dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Namun hal itu tidak terlalu menarik hati saya hingga saya kembali ke Amerika dan memutuskan untuk menulis sebuah cerita tentang seorang perempuan Arab yang dipermainkan oleh suaminya. Untuk menciptakan alur cerita yang natural, saya harus mempelajari Islam karena dulu saya pikir Islamlah yang memperlakukan perempuan dengan sangat buruk. Saya melakukan riset tentang pakaian, bahasa, apa yang sering dikenakan laki-laki dan perempuan Islam, mengapa perempuan mengenakan pakaian seperti itu, dan tentunya berbagai hal tentang Islam.
Selama beberapa tahun saya menghentikan penulisan cerita itu untuk mempelajari Islam. Dan saya begitu takjub dengan apa yang saya temukan. Segala hal dalam Islam tak ada yang bertentangan dengan logika. Kita beribadah hanya kepada Allah dan Muhammad salallahu alaihi wa sallam adalah rasul terakhir. Saat itu, akhirnya saya tahu bahwa Yesus berdiri di atas kebenaran Islam, karena meskipun saya tidak berasal dari keluarga agamis, saya masih tetap berdoa kepadanya. Namun ketika saya mengetahui bahwa hanya ada satu Tuhan dan Muhammad adalah rasul Allah, hal itu meningkatkan spiritual saya. Segalanya masuk akal. Setiap kali saya membaca tentang Islam, selalu ada yang mendorong saya untuk terus mendekat dan mendekat, seolah-olah saya sedang berada di sebuah pesawat yang terbang jauh dan hampir mendarat ke tempat tujuan. Rasanya seperti ada yang menarik saya keluar pesawat yang saya tumpangi dengan meloncat keluar.
Suatu ketika, seorang perempuan berbincang dengan saya tentang anaknya yang tiba-tiba masuk Islam. Perempuan ini penganut ajaran Katolik yang kuat, sehingga memiliki pandangan bahwa segala tentang Islam adalah salah dan bisa dibayangkan betapa ia membenci anaknya itu. Saya memutuskan untuk mengunjungi anaknya. Ketika berada di dalam rumahnya, saya menanyakan pertanyaan mendasar tentang Islam, meskipun saya sebenarnya telah mengetahui jawabannya, namun saya ingin mendengar langsung jawaban dari seorang muslim, tidak hanya mengetahui jawaban seperti yang selama ini saya baca di berbagai artikel dan internet. Dan ternyata jawabannya sama seperti yang telah saya ketahui dan bahkan ia menambahkan beberapa informasi. Selama beberapa minggu, saya menemuinya di perpustakaan dan ia juga memberikan beberapa CD tentang Islam.
Suatu hari, ketika saya berkunjung ke rumah paman saya bersama nenek saya di New Jersey, lima hari sebelum hari Natal, saya bangun di pagi hari dengan sebuah perasaan berbeda. Saya menelpon teman saya dan berkata bahwa saya ingin masuk Islam. Mendengar hal itu, ia sangat gembira, namun kemudian ia mengajukan beberapa pertanyaan untuk meyakinkan bahwa saya telah benar-benar paham dengan apa yang akan saya lakukan. Setelah saya menjawab dengan mantap, ia pun menuntun saya mengikrarkan syahadatain dan akhirnya saya masuk Islam. Setelah itu, saya merasa begitu bahagia dan merinding di sekujur tubuh. Kemudian saya mandi, namun perasaan itu benar-benar tak mau hilang.
Saya sedikit ragu untuk mengabarkan hal ini kepada nenek saya. Namun saya putuskan untuk memberitahunya. Awalnya ia agak takut dengan apa yang saya lakukan, ia mengira saya telah melakukan tindakan keliru, namun saya berikan kepadanya beberapa artikel untuk ia baca dan setelah itu ia bisa menerima. Di bulan Januari, saya bertemu muslimah lain yang kemudian memberikan saya hijab dan mengajari saya shalat. Saat itu saya telah terbiasa memakai blus dan rok panjang. Saya sedikit takut untuk berangkat ke sekolah setelah itu, karena saya bakal jadi satu-satunya muslim di sekolah. Namun saya beranikan untuk tetap datang dan hasilnya beberapa orang menjauh dari saya, namun saya memperoleh begitu banyak pengalaman.
Alhadulillah, telah 4 tahun saya menjadi muslimah. Meskipun berbagai rintangan telah menghampiri saya, seperti muslim lainnya, hal itu malah membuat keimanan saya semakin kokoh. Dan sekarang saya telah memakai niqab dan saya rasa hidup saya telah sempurna. Saya berusaha untuk menyebarkan risalah Islam. Mencoba menyadarkan kepada yang lain betapa indahnya Islam dan kebahagiaan yang bakal terperoleh setelah masuk Islam.
Saya percaya, Islam telah menyelamatkan saya dari kehidupan yang saya pilih. Allah itu Maha Penyayang dan betapa tak sadar kita telah sering menyianyiakan ini. Kita harus yakin bahwa Allah selalu bersama kita di mana pun kita berada dan Dia Maha Pemurah!
Aisha F.
← Bagikan

0 comments:
Post a Comment